JAKARTA - Setiap tanggal 15 September, dunia memperingati Hari Demokrasi Internasional sebagai momen refleksi terhadap nilai demokrasi sekaligus mengajak masyarakat untuk lebih aktif dalam kehidupan bernegara. Peringatan ini bukan sekadar simbolik, melainkan wadah untuk menegaskan kembali arti demokrasi di era modern yang kini banyak dipengaruhi oleh perkembangan teknologi digital. Sejak ditetapkan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2007, peringatan ini menjadi kesempatan bagi seluruh negara untuk menilai capaian dan tantangan demokrasi.
Sejarah demokrasi sendiri berakar dari praktik di Athena Kuno hingga berkembang melalui berbagai momentum penting seperti Revolusi Prancis dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Kini, peringatan Hari Demokrasi menjadi ruang refleksi global untuk memperkuat cita-cita demokrasi yang inklusif dan berkeadilan, sekaligus menjawab tantangan baru yang muncul di era digital.
Tema Hari Demokrasi Internasional 2025
Tahun ini, Inter-Parliamentary Union (IPU) mengangkat tema “Achieving Gender Equality, Action by Action.” Tema ini menekankan pentingnya kesetaraan gender dalam memperkokoh demokrasi. Relevansi tema ini terlihat jelas pada kondisi global dan Indonesia, di mana partisipasi perempuan dan generasi muda menjadi penentu dalam membangun sistem pemerintahan yang adil. Tantangan baru seperti disinformasi, kesenjangan akses teknologi, dan polarisasi politik juga menjadi perhatian, sehingga partisipasi masyarakat berbasis digital harus terus ditingkatkan agar demokrasi tetap sehat dan dinamis.
Demokrasi di Era Digital
Kemajuan teknologi digital membawa perubahan besar pada cara masyarakat berpartisipasi dalam demokrasi. Media sosial dan internet kini menjadi ruang publik baru yang memungkinkan warga mengakses informasi, berdiskusi, hingga menyampaikan aspirasi secara real-time tanpa batas geografis. Digitalisasi ini membuka kesempatan lebih luas bagi masyarakat untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan, serta menghadirkan deliberasi politik yang transparan dan responsif.
Namun, perkembangan tersebut juga melahirkan risiko baru. Penyebaran misinformasi, polarisasi opini, serta fenomena echo chamber kerap membatasi keberagaman pandangan. Hal ini berpotensi memperlebar jurang perpecahan sosial. Oleh karena itu, demokrasi digital membutuhkan strategi yang mampu menyeimbangkan manfaat teknologi dengan upaya mengatasi risiko yang muncul, termasuk melalui literasi digital yang masif dan pengawasan kebijakan yang lebih kuat.
Pentingnya Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat merupakan inti dari demokrasi karena pemerintahan demokratis lahir dari rakyat dan untuk rakyat. Keberhasilan sistem demokrasi diukur dari sejauh mana masyarakat aktif dalam proses politik maupun pengambilan keputusan publik. Partisipasi tidak hanya diwujudkan melalui pemilu, tetapi juga lewat forum diskusi, petisi daring, hingga interaksi sehat di media sosial. Semua bentuk partisipasi ini memperkuat demokrasi deliberatif yang inklusif.
Di Indonesia, sejumlah inovasi telah dilakukan untuk meningkatkan partisipasi warga. Contohnya melalui platform e-Musrenbang yang memberi kesempatan masyarakat menyampaikan usulan pembangunan secara online. Ada juga aplikasi LAPOR! yang menjadi sarana pengaduan publik terhadap layanan pemerintah. Selain itu, forum warga berbasis daring turut menjadi kanal diskusi dan partisipasi dalam kebijakan lokal.
Teknologi dan Media Sosial sebagai Pilar Demokrasi
Teknologi digital dan media sosial kini berperan sebagai penghubung utama masyarakat dengan isu-isu politik dan sosial. Akses informasi yang lebih mudah membuat masyarakat dapat mengikuti perkembangan kebijakan publik secara cepat. Media sosial juga menjadi alat advokasi yang efektif, baik untuk menyampaikan opini maupun mengorganisir gerakan sosial.
Namun, kehadiran hoaks, polarisasi politik, hingga algoritma yang menciptakan filter bubble masih menjadi tantangan serius. Solusi yang ditawarkan antara lain peningkatan literasi digital, regulasi platform, serta kerja sama antara pemerintah, penyedia teknologi, dan masyarakat sipil. Dengan sinergi yang tepat, teknologi dapat menjadi fondasi kuat bagi demokrasi yang transparan dan partisipatif.
Aksi Nyata Memperingati Hari Demokrasi
Peringatan Hari Demokrasi Internasional tidak hanya diisi dengan kegiatan formal, tetapi juga bisa dilakukan lewat aksi sederhana dan kreatif. Diskusi santai bersama teman mengenai isu demokrasi, membuat podcast edukasi, membaca buku bertema politik, hingga nonton bareng film bertema demokrasi bisa menjadi alternatif kegiatan yang bermanfaat.
Selain itu, partisipasi digital seperti menulis opini di blog, membuat kampanye media sosial, atau bergabung dengan komunitas pro-demokrasi juga menjadi langkah nyata memperkuat kesadaran publik. Kegiatan kreatif, seperti membuat karya seni bertema demokrasi atau menjadi relawan dalam acara sosial-politik, turut memperluas pesan pentingnya peran aktif masyarakat. Semua upaya ini berfokus pada memperkuat demokrasi agar tetap hidup, inklusif, dan responsif terhadap perkembangan zaman.
Hari Demokrasi Internasional yang jatuh pada 15 September bukan sekadar perayaan simbolik, tetapi momentum reflektif yang mengajak semua pihak meneguhkan kembali nilai demokrasi. Sejarah panjang demokrasi kini menghadapi tantangan baru di era digital, mulai dari disinformasi hingga polarisasi politik.
Tema tahun 2025, “Achieving Gender Equality, Action by Action,” menggarisbawahi pentingnya kesetaraan gender dan keterlibatan semua lapisan masyarakat dalam memperkokoh demokrasi. Di Indonesia, dinamika politik dan kesenjangan digital menegaskan perlunya ruang partisipasi yang sehat dan transparan.
Teknologi serta media sosial hadir sebagai sarana penting untuk memperluas akses informasi, memperkuat advokasi, dan meningkatkan akuntabilitas pemerintah. Namun, efektivitasnya hanya dapat tercapai dengan literasi digital yang baik, regulasi yang tepat, dan partisipasi aktif masyarakat.
Pada akhirnya, demokrasi yang kokoh hanya dapat terwujud jika partisipasi publik berlangsung aktif, kritis, dan inklusif. Aksi nyata sekecil apa pun—diskusi publik, konten edukasi, advokasi di media sosial, hingga keterlibatan komunitas—merupakan kontribusi penting. Peringatan Hari Demokrasi Internasional 2025 menjadi pengingat bahwa demokrasi adalah tanggung jawab kolektif, yang hanya bisa bertahan dengan kesadaran, komitmen, dan keberanian semua warga negara.